Jumat, 09 Desember 2011

PERCERAIAN BUKAN AKHIR DARI SEGALANYA !

Derita Anak Korban Perceraian…..

hidup lebih bahagia setelah bercerai. Bahwa perceraian bukan akhir
 kehidupan suami istri. Namun, orangtua yang bercerai harus tetap
 memikirkan bagaimana membantu anak mengatasi penderitaan akibat ayah
 ibunya berpisah.
Dari waktu ke waktu, kasus perceraian tampaknya terus meningkat.
 Maraknya tayangan infotainment di televisi yang menyiarkan parade
 artis dan public figure yang mengakhiri perkawinan mereka melalui meja
 pengadilan, seakan mengesahkan bahwa perceraian merupakan tren.
Sepertinya kesakralan dan makna perkawinan sudah tidak lagi berarti.
 Pasangan yang akan bercerai sibuk mencari pembenaran akan keputusan
 mereka untuk berpisah. Mereka tidak lagi mempertimbangkan bahwa ada
 yang bakal sangat menderita dengan keputusan tersebut, yaitu anak-anak.
Namun, fenomena perceraian marak terjadi bukan hanya di kalangan artis
 atau public figure saja. Di dalam keluarga sederhana, bahkan di dalam
 lingkungan pendidik, lingkungan yang tampak religius, perceraian juga
 banyak terjadi.
Salah satunya terjadi pada ayahku, seorang
guru yang bukan lagi junior, namun juga bukan psikolog anak.
Sambil bertanya, kenapa  Aku mengalami
 perubahan sangat memprihatinkan setelah orangtuanya bercerai. Ta
 enggan berangkat ke sekolah. Sebab, di lingkungan dia belajar itu
 banyak temannya yang bertanyatanya tentang kasus perceraian orangtuanya.

Aku menjadi malu, merasa dirinya sangat buruk karena memiliki orangtua
 yang bercerai. Dalam hati Aku juga merasa marah kepada ayah dan ibunya
 kenapa mereka sering bertengkar dan saling marah. Akibatnya, sulit
 untuk mengharapkan bisa bepergian sekeluarga ke mal atau keluar kota
 untuk berlibur, seperti yang dialami teman-temannya.
Sejak perceraian itu semangat belajar Aku menurun drastis, Sehingga
 nilai rapornya pun merosot. Aku yang tadinya gembira dan ceria itu
 berubah diam, pasif, dan murung, dengan badan yang juga semakin kurus.
Reaksi Berbeda
 * Seperti yang terjadi pada perceraian selalu saja
 merupakan rentetan goncangan-goncangan yang menggoreskan luka batin
 yang dalam bagi mereka yang terlibat, terutama anak-anak.
Sekalipun perceraian tersebut dapat diselesaikan dengan baik dan damai
 oleh orangtuanya, namun tetap saja menimbulkan masalah bagi anak-anak
 mereka.
Reaksi anak berbeda-beda terhadap perceraian orangtuanya. Semua
 tergantung pada umur, intensitas serta lamanya konflik yang
 berlangsung sebelum terjadi perceraian.
Setiap anak menanggung penderitaan dan kesusahan dengan kadar yang
 berbeda-beda. Anak-anak yang orangtuanya bercerai, terutama yang sudah
 berusia sekolah atau remaja biasanya merasa ikut bersalah dan
 bertanggung jawab atas kejadian itu. Mereka juga merasa khawatir
 terhadap akibat buruk yang akan menimpa mereka.
Bagi anak-anak, perceraian merupakan kehancuran keluarga yang akan
 mengacaukan kehidupan mereka. Paling tidak perceraian tersebut
 menyebabkan munculnya rasa cemas terhadap kehidupannya di masa kini
 dan di masa depan. Anak-anak yang ayah-ibunya bercerai sangat
 menderita, dan mungkin lebih menderita daripada orangtuanya sendiri.
Akibat Emosional
 * Dalam suatu perceraian, orangtua mencurahkan seluruh waktu dan
 uangnya untuk saling bertikai mengenai harta, tunjangan uang yang akan
 diberikan suami setelah bercerai, hak pemeliharaan anak, dan hak-hak lain.
Sementara itu, mereka hanya mencurahkan sedikit waktu atau usaha untuk
 mengurangi akibat emosional yang menimpa anak-anaknya.
Pengacara yang terlibat dalam perceraian tersebut, sesuai tugasnya
 memang hanya memfokuskan diri pada masalah hukum saja. Biasanya mereka
 kurang memperhatikan akibat emosional pada diri anak-anak yang jadi
 korban dalam peristiwa perceraian tersebut.
Mereka umumnya kurang ikut memikirkan bagaimana memberikan konseling
 kepada kliennya, dalam hal ini orangtua yang mau bercerai, tentang
 cara-cara terbaik dalam membantu anak-anak mengatasi dan menyesuaikan
 diri dengan situasi yang ada.
Walaupun orangtua telah berusaha menyelesaikan perceraian dengan
 hati-hati dan damai, tidak ada cara yang dapat mereka lakukan untuk
 menghindari akibat negatif terhadap anak-anak.
Oleh karena itu, menjadi penting bagi orangtua yang dalam proses
 perceraian untuk sebaik mungkin mengambil usaha-usaha khusus untuk
 meminimalkan penderitaan dan kesusahan anak-anaknya. Ini membutuhkan
 perhatian dan usaha aktif dari pihak orangtua.
Sampai Dua Tahun.
 * Umumnya anak-anak yang orangtuanya bercerai dilanda
 perasaan-perasaan kehilangan (hilangnya satu anggota keluarga: ayah
 atau ibunya), gagal, kurang percaya diri, kecewa, marah, dan benci
 yang amat sangat.
Richard Bugeiski  menyatakan bahwa dua
 tahun pertama setelah terjadinya perceraian merupakan masa-masa yang
 amat sulit bagi anak-anak. Mereka biasanya kehilangan minat untuk
 pergi dan mengerjakan tugas-tugas sekolah, bersikap bermusuhan,
 agresif depresi, dan dalam beberapa kasus ada yang bunuh diri.
Anak-anak yang orangtuanya bercerai menampakkan beberapa gejala fisik
 dan stres akibat perceraian tersebut seperti insomnia (sulit tidur),
 kehilangan nafsu makan, dan beberapa penyakit kulit.
Riset menunjukkan, setelah kira-kira dua tahun mengalami masa sulit
 dengan perceraian orangtuanya, sampailah anak-anak tersebut ke masa
keseimbangan atau masa equilibrium. Di masa itu, kesusahan dan
 penderitaan akut yang mereka alami sejak terjadinya perceraian mulai
 berkurang.
Anak-anak telah belajar menyesuaikan diri dan melanjutkan kehidupan
 mereka. Namun, perceraian orangtua tetap menorehkan luka batin yang
 menyakitkan bagi mereka.
Selain beberapa dampak di atas, dalam beberapa kasus terjadi anak yang
 orangtuanya bercerai, pada saat dewasa, menjadi takut untuk menikah.
 Dia khawatir perkawinannya nanti akan mengalami nasib yang sama
 seperti orangtuanya.
Kasus yang lain, anak yang orangtuanya bercerai, pada saat dewasa jadi
 membenci laki-laki atau perempuan karena menganggapnya sama dengan
 ayah atau ibunya yang telah menghancurkan keluarganya.
Yang Perlu Dilakukan.
 * Sangat sulit menemukan cara agar anak-anak merasa terbantu dalam
 menghadapi masa-masa sulit karena perceraian orangtuanya. Sekalipun
 ayah atau ibu berusaha memberikan yang terbaik yang mereka bisa,
 segala yang baik tersebut tetap tidak dapat menghilangkan kegundahan
 hati anak-anaknya.
Beberapa psikolog menyatakan bahwa bantuan yang paling penting yang
 dapat diberikan oleh orangtua yang bercerai adalah mencoba
 menenteramkan hati dan meyakinkan anak-anak bahwa mereka tidak
 bersalah. Yakinkan bahwa mereka tidak perlu merasa harus ikut
 bertanggung jawab atas perceraian orangtuanya.
Hal lain yang perlu dilakukan oleh orangtua yang akan bercerai adalah
 membantu anak-anak untuk menyesuaikan diri dengan tetap menjalankan
 kegiatan-kegiatan rutin di rumah. Jangan memaksa anak-anak untuk
 memihak salah satu pihak yang sedang cekcok serta jangan sekali-sekali
 melibatkan mereka dalam proses perceraian tersebut.
Hal lain yang dapat membantu anak-anak adalah mencarikan orang dewasa
 lain seperti tante atau paman, yang untuk sementara dapat mengisi
 kekosongan hati mereka setelah ditinggal ayah atau ibunya. Maksudnya,
 supaya anak-anak merasa mendapatkan topangan yang memperkuat mereka
 dalam mencari figur pengganti ayah ibu yang tidak lagi hadir seperti
 ketika belum ada perceraian.
PERCERAIAN BUKAN AKHIR SEGALANYA!!!!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar